JEPARA – wartajavaindo.com
Munculnya penetapan hak waris kepada beberapa oknum yang mengaku cucu Suwito Widjaya telah menimbulkan polemik dan asumsi dari berbagai kalangan. Sedangkan disisi lain ada yang mengaku telah pemegang sertifikat sah bernama Lie Danu Suncipto berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 208 Tahun 2002. Ini cukup menarik perhatian publik. Kemudian menimbulkan banyak persepsi, lalu timbul pertanyaan mendasar, siapakah Aktor yang memprakarsai munculnya penetapan waris atas oknum yang mengaku cucu Suwito Widjaja, apakah telah memenuhi persyaratan yang berdasar hukum, sebelum pengesahan Penetapan Waris??
Apakah ada dugaan bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat atau pemangku wilayah setempat dengan diterbitkannya surat penetapan waris? Atau adakah dugaan rekayasa dengan menyajikan dokumen fiktif atau bahkan ada dugaan terjadinya persepakatan jahat?? Hal ini menjadi menarik untuk dikupas tuntas sampai ada para pihak yang ditetapkan bersalah.
Hasil wawancara tim awak media saat menjumpai petinggi Srobyong H Muhammad, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara belum mendapatkan informasi yang jelas terkait keabsahan penetapan waris kepada Sutarkan dan Muhali. Petinggi tidak menjelaskan dasar hukum keabsahan penetapan waris tersebut dan memberikan saran untuk menemui kuasa hukum oknum yang mengaku ahli waris Suwito Widjaja, H Niorkhan, S.H. Pengesahan Penetapan hak waris seharusnya didasarkan data dan fakta otentik yang akan menjadi dasar dokumen resmi berkekuatan hukum.
Dokumen tersebut telah diberikan kepada keluarga Sutarman dan Muh Ali, yang mengklaim sebagai ahli waris atas tanah seluas 13.767 m² di Desa Serobyong. 15/01/2025. Namun, fakta hukum menunjukkan bahwa tanah tersebut telah tercatat resmi atas nama Lie Danu Suncipto berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 208 Tahun 2002. Kepemilikan tanah ini diperoleh melalui proses jual beli sah pada 14 Januari 2002 di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kabupaten Jepara, Muhamad Dahlan Kosim, SH. Proses tersebut didasarkan pada keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan tertanggal 24 Desember 1991.
Transaksi ini didukung oleh Akta Jual Beli (AJB) No. 09/04/MLG/2002, yang mencatat bahwa Lie Danu Suncipto, warga Kelurahan Karangayu, Kecamatan Semarang Barat, membeli tanah dari Suwito Wijaya (Oei Khoen Swie), NIK 090334001/124109, warga Kelurahan Pekunden, Kecamatan Semarang Tengah. Selain itu, terdapat surat kuasa tertanggal 6 Agustus 2001 yang dibuat di hadapan notaris Sury Wijaya, SH, di Kabupaten Tangerang, yang memperkuat legalitas transaksi tersebut.
Meski telah ada SHM yang sah, keluarga Sutarman dan Muh Ali tetap bersikukuh klaim waris atas tanah tersebut. Jika nantinya klaim ini terbukti tidak berdasar, dan ditemukan indikasi dugaan pemalsuan dokumen keterangan pemalsuan waris, maka tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Bahkan, oknum Kepala Desa yang terlibat menerbitkan dokumen tersebut berpotensi dijerat hukum atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
Saat dimintai konfirmasi tim awak media tanggal 13/1/2025 di ruang kerjanya , H. Muhamad memilih bungkam. Ia hanya menyarankan agar semua pertanyaan diarahkan ke kuasa hukum keluarga ahli waris, H. Noorkhan, SH.
“Kalau ingin tahu lebih jelas soal tanah tersebut, silakan temui kuasa hukum ahli waris Sutarman dan Muh Ali. Semua dokumen di bawa H. Noorkhan.” ujar H. Muhamad singkat.
Sikap diam Kepala Desa ini menuai kritik, terutama karena adanya dugaan penerbitan dokumen keterangan waris tersebut dilakukan untuk tujuan pengajuan registrasi ke Pengadilan Agama demi mendapatkan putusan inkrah dari pengadilan. Banyak pihak menilai tindakan semacam ini mencederai kepercayaan publik terhadap pejabat desa, terutama jika terbukti bertentangan dengan hukum.
Kuasa hukum Lie Danu Suncipto menyatakan keprihatinan atas tindakan ini dan berharap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini dapat diproses secara hukum. Mereka juga menegaskan bahwa dokumen-dokumen pendukung kepemilikan tanah kliennya sah dan telah melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Langkah hukum akan kami tempuh jika ada unsur pidana, termasuk pemalsuan dokumen atau penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat desa,” tegas kuasa hukum Lie Danu Suncipto.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, H. Noorkhan, SH, kuasa hukum dari pihak ahli waris yang mengklaim tanah tersebut, belum memberikan tanggapan resmi.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kehati-hatian dalam menerbitkan dokumen resmi, terutama terkait hak atas tanah. Pemerintah desa harus memastikan semua dokumen yang diterbitkan memiliki dasar hukum yang kuat untuk menghindari konflik berkepanjangan dan kerugian masyarakat.
Diharapkan, aparat penegak hukum dapat mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan sengketa ini dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Kejelasan hukum dan transparansi dari pemerintah desa sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.
Tim awak media
Editor Raja