JEPARA-Wartajwvaindo.com
Ribuan Warga Desa Tulakan Kecamatan Keling Kabupaten Jepara berbondong bondong mengepung Jembul. Tidak hanya orang dewasa saja namun anak anak juga ikut berlarian menuju lokasi munculnya Jembul. Bahkan tidak hanya warga Tulakan saja yang datang tetapi warga luar Tulakan juga ikut berduyun duyun hadir. Hal ini terkuak dengan pernyataan Murdiyanto yang telah membeberkan kejadian sebenarnya, Senin (4/6/2023).
Murdiyanto memeberikan informasi bahwa tumpah ruahnya warga desa Tulakan dikarenakan adanya acara Sedekah Bumi. Sedekah bumi ini digelar setahun sekali,
“Sedekah Bumi ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah memberikan rezeki, perlindungan serta dijauhkan dari balak atau bencana,”kata Dian.
Dian memaparkan perihal Jembul ini berupa Golek atau patung yang konon katanya adalah “simbul peninggalan Ratu Kalinyamat” . Hal ini menjadi warisan budaya leluhur yang patut untuk dilestarikan. Kearifan lokal milik Tulakan Jembul juga milik bangsa Indonesia, sehingga perlu diuri uri sehingga tidak tenggelam ditelan masa,
“Melestatikan budaya merupakan tanggung jawab bersama, terlebih sudah tercatat sebagi cagar budaya, maka saya mengimbau kepada semua pihak agar turut menjaga dengan sebaik baiknya,” kata Dian
Ada beberapa Jembul dengan ciri khas masing masing dan perannya diantaranya Jembul Krajan berasal dari dukuh Krajan, tempat kediaman Ki Demang Barata yang kala itu merupakan pimpinan pemerintahan di kademangan tersebut. Golek Krajan menggambarkan seorang tokoh bernama Sayyid Usman, seorang ulama yang ikut menyertai Ratu Kalinyamat bertapa di Siti Wangi.
Iring-iringan Jembul ini menuju panggung utama. Di atas panggung nampak Petinggi Tulakan didampingi penari tayub. Setelah melakukan atraksi, mereka kemudian memberikan penghornatan kepada Petinggi Budi Sutrisno. Ritual ini juga dilakukan oleh iringan jembul yang lain.
Jenis yang lain seperti Jembul Ngemplak yang meliputi dukuh Ngemplak, Tanggulasi dan Kedondong. Jembul ini merupakan wujud dari penghargaan Ki Leboh kepala dukuh Ngemplak kepada Ki Barata yang telah mengijinkan membuka perdukuhan Ngemplak dan sekitarnya. Jembul ini menggambarkan Ki Suto Mangunjoyo, pimpinan prajurit yang mengawal Ratu Kalinyamat bertapa di hutan Alas Tuwo yang kini dikenal sebagai pertapaan Sonder.
Berikutnya Jembul Winong menggambarkan penghargaan Ki Buntari kepada Ki Barata yang telah mengijinkan ia merintis membuka Dukuh Winong, Dung Pucung dan Dung Gayam. Pada puncak gunungan jembul ini dipasang golek dari pelepah rumbia atau gabus yang merupakan wujud dari beberapa prajurit yang mengawal Ratu Kalinyamat.
Terakhir Jembul Drojo merupakan penghargaan Ki Purwo kepada Ki Barata atas segala jasanya yang telah mengijinkan ia membuka pendukuhan Drojo. Pada puncak gunungan jembul dipasang golek kayu atau patung yang mengambarkan seorang prajurit pilih tanding bernama Ki Leseh yang menyertai Ratu Kalinyamat bertapa.
Setelah semuanya sampai ke panggung utama maka dilakukan ritual Mencuci Kaki Petinggi dilanjutkan ritual berikutnya yakni pertunjukan tari tayub yang dipimpin oleh Sumijan. Ini sebagai perlambang peristiwa saat para pimpinan padukuhan waktu menghadap Ratu Kalinyamat saat bertapa.
Setelah menyampaikan bulu bekti kemudian dipertujukan tari tayub. Kemudian dilakukan prosesi mencuci atau “mijiki” kaki petinggi dengan air kembang setaman oleh semua perangkat desa.
Ini merupakan gambaran simbolis penghormatan kepada Ratu Kalinyamat pada masa lalu yang diberikan oleh para pimpinan padukuhan. Namun dalam perkembangannya ritual ini sebagai lambang agar petinggi dalam memimpin desa selalu bersih sikap dan tindakannya. Juga agar masyarakat dijauhkan dari malapetaka dan gangguan.
Mereka juga mengharapkan melalui ritual pencucian kaki petinggi tersebut, desa Tulakan bersih dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh pemerintah dan agama.
Kemudian dilanjutkan dengan selamatan sebagai ungkapan syukur dan doa kepada Tuhan agar masyarakat senantiasa hidup dalam ketentraman dan kesejahteraan. Juga ucapan syukur atas segala rejeki yang diberikan disepanjang tahun.
Ritual berikutnya setelah itu adalah prosesi mengelilingi jembul sebanyak tiga kali putaran oleh petinggi disertai dengan perangkat desa dan para penari tayub. Penari tayub ini melambangkan Nyi Roro Kuning, istri Ki Demang Barata yang sudah mendampingi Ki Demang dan mengelola harta kedemangan dengan baik. Ritual ini sebagai lambang bahwa istri petinggi harus bisa menjadi pendamping suami dalam memimpin desa serta perlambang seorang petinggi atau perangkat harus senantiasa berada ditengah-tengah masyarakat yang dipimpinnya.
Setelah dilakukan inti dari upacara Jembul Tulakan, maka sebagai penutup dilakukan resikan yaitu kegiatan membersihkan tempat yang telah dipakai untuk melakukan Upacara. Aktivitas ini dilakukan oleh warga masyarakat desa Tulakan secara beramai-ramai. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pengusiran terhadap penyakit-penyakit dan kejahatan-kejahatan di desa Tulakan.
Petinggi Tulakan Budi Sutrisno mengungkapkan, tradisi Jembul Tulakan ini bukan saja untuk nguri-uri budaya dan kearifan lokal desa Tulakan, tetapi juga untuk menggerakan perekonomian masyarakat. “Juga pembelajaran karakter, penghormatan warga kepada pemimpin dan tokoh-tokoh yang telah berjasa dalam pembangunan desa,” ujarnya.
Rept EJohn/Raja