Merinding !!!, Isu Genosida Bergema Di Demo Koalisi OAP Kawal Keputusan MRP PBD Di Kota Sorong

PAPUA BARAT – WARTA JAVAINDO, Ketua KPUD Papua Barat Daya Ko ingat, Torang su sedikit, kalau ko salah ambil keputusan berarti kitorang semua habis, ingat ko pu anak cucu ke depan, kata Nando Ginuni S.H, salah satu Orator pada demo OAP Kawal Keputusan MRP PBD di Sorong, 9 September 2024.
Pasca Keputusan MRP PBD nomor 10 /MRP.PBD/ 2024 tentang status Orang Asli Papua pada pasangan calon gubernur Papua Barat Daya dengan tidak lolosnya salah satu pasangan bakal calon, suhu politik di kota Sorong semakin meningkat akibat aksi unjuk rasa yang silih berganti maupun diposting di media sosial.
Koalisi Orang Asli Papua menggelar aksi unjuk rasa ke KPUD Papua Barat Daya, Senin, 9 September 2024, pukul 15.00 WIT untuk mengawal Keputusan Majelis Rakyat Papua Propinsi Papua Barat Daya, salah satu oratornya adalah Fernando Ginuni SH, pengacara yang melepaskan profesinya turun ke jalan membela hak Kesulungan OAP.
” MRP merupakan benteng terakhir Orang Asli Papua untuk menjaga Jati Diri dan Martabat Orang Asli Papua, oleh sebab itu Keputusan MRP harus dikawal oleh Rakyat Papua, Keputusan MRP PBD Mutlak karena Lex Spesialis UU Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, tegas Nando.
Dalam orasinya, Fernando menyadarkan pejabat OAP yang diuntungkan jati dirinya hingga bisa memiliki jabatan karena ada perlakuan Lex Spesialis.
” Andarias Kambu, ko jadi Ketua KPUD PBD karena ko orang Papua kalo bukan orang Papua belum tentu, Kapolda Papua Barat dijabat putra daerah karena OAP, pegawai-pegawai kalo orang lain pimpin kamorang, belum tentu kamu dapat jabatan, kata Ginuni sambil menunjuk kearah pagar kantor gubernur yang disambut applaus meriah ASN OAP.
Mengakhiri orasinya, sambil menunjuk ke kantor KPUD PBD, Nando Ginuni berseru, Ketua KPUD Ko ingat, Kitorang su sedikit, ko salah ambil keputusan kitorang habis “.
Kalimat pernyataan yang disampaikan Fernando Ginuni membuat setiap OAP yang hadir bulu badannya merinding merasakan.magnet dari kata kitorang habis yang memiliki arti luas serta memiliki dampak buruk jangka panjang bagi kelangsungan hidup OAP diatas tanahnya.
Ditemui usai berorasi, laki-laki Imeko berdarah suku Byak ini mengatakan bahwa Kitorang habis sama dengan terjadi Genosida, pemusnahan Orang Asli Papua secara terstruktur melalui KPUD Propinsi Papua Barat Daya.
Paul Watori, salah satu pendemo yang hadir pada aksi unjuk rasa Koalisi OAP mengatakan bahwa KPUD PBD harus menggunakan mata hati untuk memutuskan Calon Gub dan Wagub OAP, jika tidak sangat berbahaya untuk membatasi peluang anak cucu OAP dimasa datang.
Jika hari ini Non OAP menjadi gubernur karena kelalaian KPUD PBD, maka anak-anak cucu dari Non OAP akan menggunakan peluang yang sama untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur karena ayahnya diakui sebagai OAP.
Anaknya belum tentu kawin dengan OAP kemudian melahirkan generasi baru diluar OAP, namun karena ayahnya sudah OAP maka generasi-generasi berikut bukan OAP tetap disebut OAP dan menguasai semua hak OAP termasuk Hak Politik.
Marga asli OAP akan semakin tersingkir dan lenyap karena sudah dikuasai oleh Non OAP yang diberi pengakuan OAP oleh KPUD PBD untuk jangka panjang 100 tahun. Ini namanya Genosida terhadap OAP yang dilakukan lembaga negara KPUD RI.
Menutup aksi unjuk rasa, masa berorasi dan membubarkan diri tanpa menyerahkan pernyataan kepada KPUD PBD, namun aksi akan kembali dilanjutkan pada pleno penetapan KPUD PBD tentang Calon Gub dan Wagub PBD dengan menyerahkan Petisi Orang Asli Papua, isinya seperti apa, baru akan diketahui pada hari H.
( Felix, Joris ).