Ketua ALMIJ: Plintiran Dapat Menggiring Opini Pembaca dan Upaya Pengkaburan

0 0
Read Time:2 Minute, 31 Second

JEPARA-WARTAJAVAINDO.COM

Ketua Aliansi Lintas Media Indonesia Jepara (ALMIJ) Edi Prasadja atau yang akrab dengan sapaan Edi John, mengatakan, sebuah kalimat plintir memlintir merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh pemancing. Hal itu dilakukan dengan maksud agar kail atau mata pancing terkait dengan kuat. Menurut Edi John, hal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah kasus/perkara yang sedang bergulir.

Plintiran sering menjadi alternatif yang dilakukan (oknum) guna membangun opini dan simpatik para pembaca. Namun ketika mau melihat dan menelaah kasus yang sebenarnya tentu tidak mudah untuk menyalahkan. Pada dasarnya pelapor dan terlaporlah yang lebih tahu dan memahami. *Apa maksud dan tujuan masing masing juga hanya mereka yang tahu*

Orang mempunyai niat baik belum tentu diterima baik. Orang yang bertujuan baik belum tentu diterima, lalu bagaimana seharusnya kita menyampaikan maksud dan tujuan hingga sampai sasaran sesuai tujuan tanpa menimbulkan gesekan? Hal yang sangatlah penting diantaranya kenali dulu sasaran yang ditujuan dengan merujuk kultur/budaya. Sehingga tidak menimbulkan potensi benturan kepentingan atau kegaduhan.

Pendekatan emosional dengan cara menunjukkan bukti nyata serta melibatkan komunitas atau sasaran yang dituju akan lebih mudah mengena. Kemudian melaukan edukasi dengan pembinaan dan pemahaman agar sasaran mendapat pengetahuan. Ada banyak alternatif yang bisa dilakukan selain contoh contoh seperti diatas, seperti, pendekatan tokoh tokoh agamis, tokoh masyarakat dan tokoh tokoh lainnya. Hal ini tentu akan memperkecil resiko atau potensi kegaduhan.

Tentang hal kritik mengkritik tentu hal yang biasa bagi kalangan aktivis, tetapi kepada siapa kritik itu ditujukan harus jelas secara gamblang tanpa menimbulkan resiko dengan persepsi negatif. Upayakan pendekatan kepada masyarakat secara masif dan sambil memberikan edukasi sehingga tersampaikan tujuan secara jujur dan terbuka sehingga mendapat simpatik. Kemudian akan saling mengenal dan mempunyai hubungan emosional dengan baik.

Dan yang perlu menjadi pertimbangan adalah pada saat memperjuangkan tujuan akan aman dimata hukum terlihat sesuai batasan batasannya. Tidak kebebasan bagi siapapun yang tanpa batas, hal itu jelas teruang UUD’45 tentang jaminan Hak azasi. Batasan batasan itu diantaranya dengan tidak secara melawan hukum dan dengan iktikad baik. Mengapa demikian? Hak Azasi manusia tentu tidak dibenarkan menabrak hak azasi manusia lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak saling melanggar kemerdekaan dan tidak mengganggu hak masing masing.

Kasus yang dialami Daniel Frits Maurits Tangkilisan dan Masyarakat Karimunjawa adalah sebuah contoh yang patut menjadi perenungan bersama. Bagi orang awam tentu hanya beropini, beralibi dan berasumsi tinggal like & dislike. Namun berbeda dimata hukum, sebab telah terjadi gesekan antar dua kubu yakni ada pelapor dan ada terlapor. Apakah hal ini cukup dibiarkan? Tentu tidak, segala kemungkinan bisa terjadi dengan benturan yang berkepanjangan.

Hal itu perlu ada yang penengah apabila tidak selesai mediasi ditingkat paling awal (Desa) yakni pengadilan. Disinilah akan ditemukan penyelesaian permasalahan dengan pendekatan secara yuridis, tidak ada intimidasi atau tekanan apapun. Hukum yang akan berbicara karena perkara telah masuk pada persidangan. Dibantu para saksi, ahli baik Hakim, Jaksa Penuntut Umum juga kuasa hukum akan terbantu untuk mengurai perkara secara profesional.

Pesan penting:

Menulis jangan asal menulis, berbicara juga jangan asal bicara

Dimata hukum, semua mengandung resiko hukum terlebih bila berpotensi menimbulkan gesekan atau kegaduhan antar individu maupun golongan.

 

(Ram)

Editor. Raja

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Bagikan :

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *