Kudus, wartajawaindo.com – Sebagaimana keterangan Musbianto wakil dari Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali) DPC Kudus hari ini Rabu (16-03-2022) kepada awak media menjelaskan bahwa sebagai bentuk komitmen Kawali bersama elemen masyarakat anti Mafia Tanah dari LSM Hijau sebagai anak bangsa yang sangat konsen dengan pemerhati lingkungan hidup maka Kawali menyoroti persoalan nasional menyangkut persoalan mafia tanah yang sedang marak di negara Republik Indonesia.
“Persoalan mafia tanah yang ada di Kabupaten Kudus sudah banyak terjadi dan menjadi konsentrasi kami untuk dapat turut serta andil membantu APH memberantas hal tersebut”, kata Musbianto.
Selanjutnya Musbianto menyampaikan:
“Mensikapi tentang mulai maraknya persoalan dugaan mafia tanah di Kabupaten Kudus yang kami anggap telah melakukan Praktek praktek mafia dalam penguasaan tanah rakyat”.
“Sebagaimana yang kami laporkan terhadap salah satu keluarga inisial WT Cs, terkait pembelian tanah yang berlebihan di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dalam Program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dilaksanakan di Desa Kirig tersebut”, lanjutnya.
Maka diduga telah terjadi praktik melawan hukum dalam pelaksanaannya. Dan dugaan yang di maksud sudah di laporkan ke Kejaksaan Negeri Kudus pada bulan Desember 2021 yang sampai sekarang diduga belum dilakukan tindakan apapun.
“Sudah hampir 4 bulan, dari pihak Kejari Kudus tidak ada kejelasan atas pelaporan tersebut demi penegakan supremasi hukum dan tuntasnya pemberantasan mafia tanah, maka agenda kami adalah melakukan aksi damai (audensi) ke Kantor Kejaksaan Negeri Kudus”, terangnya.
Dijelaskan saat aundensi tadi pihak Kawali sebagai Pelapor menanyakan langsung terkait aduan nya yang hampir 4 bulan belum mendapatkan informasi dari pihak Kejaksaan.
“Dalam audensi tadi kami dari Kawali dan Soleh Isman Ketua dari LSM Hijau diterima langsung oleh bapak Kajari Kudus beserta Kasie Kasienya”, jelas Musbianto.
Kepala Kejaksaan Negeri Kudus memohon maaf atas kejadian tersebut di karenakan memang keterbatasan anggota dan banyak nya kegiatan sosialisasi hukum di luar Kantor.
Bianto juga menyinggung dasar pelaporan nya, yaitu sebagaimana Keputusan Menteri Negara Agraria/BPN No.6 Tahun 1998 tentang pemberian tanah untuk Rumah Tangga.
“Seseorang atau satu keluarga hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian maksimum 20 hektare, tanpa melihat apakah merupakan sawah atau tanah kering. Kalaupun boleh lebih dari jumlah itu, hanya dapat dibenarkan tambahan 5 hektare atas dasar keadaan daerah yang sangat khusus”, jelas Bianto.
“Semoga sampai hari Jumat depan (18/3), pihak Kejaksaan sudah bisa menindak-lanjuti laporan kami”. Tutup Bianto.
(Ls/Byt).