SUKOHARJO – WARTAJAVAINDO, Dana penyertaan modal BUMDes Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo diduga diselewengkan. Penyelewengan dana penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Desa Bulu tersebut karena sejak dianggarkan bertahun-tahun hingga tahun 2024 tidak ada laporan pemasukan maupun pengeluaran dari BUMDes ke Pendapatan Asli Desa, bahkan, laporan pertanggungjawaban BUMDes ke pemerintah desa pun tidak pernah ada.
Dari penelusuran anggota LSM LAPAAN RI Joni Sudigdo didapatkan, bahwa laporan dana desa tetap dikirimkan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) dan seolah-olah program BUMDes berjalan sebagaimana mestinya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah laporan keuangan yang dikirim ke pemerintah pusat benar-benar valid, atau hanya sebatas dokumen formal yang tidak mencerminkan kondisi nyata di lapangan, ungkap Joni
Dikatakan Joni, Kades Widodo mengakui bahwa BUMDes tidak pernah memberikan pemasukan ke desa sejak awal berdiri, sedangkan dana penyertaan modal setiap tahun dianggarkan namun tidak jelas ke mana perginya. Masyarakat pun curiga bahwa dana tersebut dinikmati oleh oknum tertentu, termasuk pengurus BUMDes dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi, katanya
Dugaan adanya penyelewengan semakin kuat karena direktur BUMDes saat ini adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang berprofesi sebagai guru di salah satu SMK Negeri di Kabupaten Sukoharjo. Ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan profesionalisme dalam pengelolaan BUMDes, yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi desa melalui usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dugaan Pemalsuan Laporan Keuangan.
Jika benar laporan yang dikirim ke kementerian tetap mencantumkan program BUMDes padahal tidak ada aktivitas yang berjalan, maka ini bisa dikategorikan sebagai pemalsuan laporan keuangan negara. Pemalsuan dokumen seperti ini tidak hanya merugikan desa, tetapi juga bisa berujung pada konsekuensi hukum yang serius, termasuk dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Kasus serupa pernah terjadi di beberapa desa di Sukoharjo, di mana dana desa disalahgunakan tanpa adanya transparansi. Bahkan, di Desa Bakalan, Kecamatan Polokarto, seorang oknum bendahara desa diduga menggelapkan dana APBDes sebesar Rp550 juta untuk judi online. Meskipun dana telah dikembalikan, kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan dana desa.
Mendesak Audit dan Tindakan Hukum.
Masyarakat dan aktivis anti-korupsi menuntut pemerintah daerah untuk segera melakukan audit independen terhadap keuangan BUMDes Desa Bulu. Selain itu, aparat penegak hukum seperti BPK, KPK, dan Kejaksaan didesak untuk turun tangan mengusut aliran dana penyertaan modal yang selama ini tidak jelas keberadaannya.
Jika terbukti ada penyelewengan, kepala desa dan pengurus BUMDes harus bertanggung jawab dan diproses hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Kasus ini menjadi bukti bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa masih menjadi masalah besar yang harus segera dibenahi.
Masyarakat berharap, dengan adanya audit dan penyelidikan lebih lanjut, dana desa benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir orang.* h74