18 Mei 2025

wartajavaindo.com

LUGAS | CEPAT | TERPERCAYA

Krisis Penegakan Hukum di Perbatasan: Barang Ilegal Banjiri Kalbar, Aparat Dinilai Tumpul

0 0
Read Time:2 Minute, 59 Second

PONTIANAK, Kalimantan Barat – WARTA JAVAINDO, Peredaran barang ilegal di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (Kalbar) kian menggila. Dari rokok tanpa cukai, bawang selundupan, hingga daging beku dan minuman beralkohol ilegal, semua bebas masuk melewati jalur tikus yang membentang di perbatasan Indonesia–Malaysia. Kondisi ini memperlihatkan krisis penegakan hukum yang akut dan lemahnya kontrol aparat di garis terdepan negara.

Pakar hukum dan perbatasan, Dr. Herman Hofi Munawar, menyebut situasi tersebut sebagai darurat nasional. Ia menilai lemahnya pengawasan Bea dan Cukai serta aparat penegak hukum lain membuka jalan lebar bagi praktik penyelundupan lintas batas yang merugikan negara hingga triliunan rupiah per tahun.

“Peredaran barang ilegal ini seharusnya menjadi perhatian serius Bea dan Cukai serta aparat lainnya. Namun faktanya, barang-barang itu masuk begitu saja. Seolah-olah aparat sudah tak berdaya. Ini membuat masyarakat makin kehilangan kepercayaan terhadap hukum,” ujar Herman dalam wawancara, Sabtu, 17 Mei 2025.

Ia menambahkan, aktivitas tersebut melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya:

UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang memberikan sanksi bagi pelaku penyelundupan lintas batas;

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang melarang peredaran barang tanpa standar mutu dan izin edar;

 

Pasal 480 KUHP, yang mengatur sanksi terhadap penadahan hasil tindak pidana.

“Negara kehilangan potensi penerimaan dari sektor cukai dan pajak. Barang ilegal ini tidak menyumbang apa-apa, justru memperkaya jaringan kriminal dan oknum beking di balik distribusinya,” tegasnya.

Tak hanya merugikan negara secara fiskal, barang-barang selundupan juga membawa risiko besar bagi kesehatan masyarakat. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar keamanan dapat menyebabkan penyakit serius. Herman mengingatkan bahwa distribusi barang ilegal seringkali bersinggungan dengan kejahatan lintas negara lainnya seperti pencucian uang hingga perdagangan manusia.

Seorang pakar hukum ekonomi yang enggan disebutkan namanya menyebut pembiaran terhadap peredaran barang ilegal sebagai bentuk kegagalan sistemik negara dalam menegakkan hukum dan melindungi pasar domestik.

“Situasi ini menciptakan dilema antara kerugian fiskal dan runtuhnya supremasi hukum. Ketika aparat hanya menjadi formalitas, hukum kehilangan daya gentarnya,” katanya.

Ia menilai aparat cenderung pasif, bahkan kompromistis terhadap para pelaku penyelundupan. “Jika dibiarkan, praktik ini akan semakin mengakar dan merusak tatanan hukum serta moral institusi negara.”

 

Bos Besar dan Pengakuan Mencengangkan.

Salah satu figur yang disebut kerap sesumbar sebagai “orang kuat” adalah Bos J, pengusaha bawang merah asal Malaysia. Ia diketahui memiliki gudang besar di Jalan Sebalo Pisang Sentangi, Desa Bani Amas, Kecamatan Bengkayang, Kabupaten Bengkayang. Beberapa saksi menyatakan bahwa Bos J kerap mengklaim dirinya “kebal hukum” karena sudah menyetor dan berkoordinasi dengan aparat tingkat atas.

Seorang warga perbatasan yang meminta identitasnya dirahasiakan mengatakan, “Mereka sering bilang sudah setor dan kenal orang atas. Kalau sudah begitu, semua bisa diatur. Aparat cuma formalitas.”

Data internal dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat menyebut bahwa sepanjang Januari hingga April 2025, tercatat lebih dari 120 kasus penyelundupan berhasil diungkap. Namun, hanya sebagian kecil dari kasus tersebut yang berhasil diproses hingga tahap vonis pengadilan.

“Penindakan di lapangan memang dilakukan, tapi kita tak bisa tutup mata: barang ilegal terus masuk. Ini menandakan ada lubang besar dalam sistem pengawasan, dan mungkin juga dalam integritas aparat,” kata Dr. Herman.

Meluasnya praktik penyelundupan di Kalbar memicu desakan evaluasi total terhadap kinerja aparat penegak hukum, terutama Bea Cukai dan Polri di wilayah perbatasan. Pemerintah pusat didorong membentuk tim independen nasional untuk menyelidiki dugaan pembiaran sistematis dalam jaringan penyelundupan ini.

“Sudah saatnya ada keberanian politik untuk menindak tegas, bukan hanya pelaku di lapangan, tapi juga aktor intelektual dan beking di balik bisnis haram ini,” tutup Herman.

Pertanyaannya kini: masihkah negara hadir dan berdaulat di perbatasan? Ataukah aparat telah kalah oleh kekuatan uang dan kejahatan terorganisir?

 

Sumber: Wawancara dengan Dr. Herman Hofi Munawar

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Bagikan :

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *