BEKASI – WARTA JAVAINDO, Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng di Kabupaten Bekasi kembali menuai sorotan. Warga Desa Ciledug, Kecamatan Setu, mengeluhkan dampak negatif yang semakin parah dari TPA tersebut.
“Semenjak pepohonan ditebang untuk pembangunan jalan tol, bau sampah dari TPA Burangkeng langsung menyeruak sampai ke Desa Ciledug. Kondisinya semakin parah di malam hari dan jika gerimis datang bahkan sampai menimbulkan sesak di dada,” keluh seorang warga.
Selain polusi udara, warga juga resah dengan lalu lalang truk sampah. “Saat mengantar anak ke sekolah, kami harus berpapasan dengan banyak truk sampah. Bukan hanya baunya yang mengganggu, tapi tetesan air sampah dari truk-truk tersebut bahkan sampai menempel di seragam sekolah anak-anak,” tambah warga lainnya.
Menanggapi keluhan warga tersebut, Ketua Umum Lembaga Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan B3 (Amphibi), Agus Salim Tanjung, menyoroti sejumlah pelanggaran dalam pengelolaan TPA Burangkeng.
“Pengelolaan TPA Burangkeng sudah melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” tegas Tanjung, Kamis (10/10/2024).
Dia menambahkan, “Jika undang-undang tersebut dilanggar, maka otomatis juga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
Dia memaparkan beberapa permasalahan di TPA Burangkeng. Di antaranya, sampah hanya ditimbun tanpa pengelolaan yang tepat, air lindi dibiarkan mengalir ke sungai, serta sistem pembuangan terbuka tanpa penghijauan (green belt) yang berfungsi sebagai pengontrol polusi di sekitarnya.
“Jika tata kelola TPA tidak berjalan dengan baik, maka hal ini akan berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat. Ini adalah suatu kejahatan lingkungan,” tegas Tanjung.
Menurutnya, wajar jika masyarakat resah dengan kondisi tersebut. Dia memperingatkan bahwa jika dibiarkan berlarut-larut, situasi ini dapat menimbulkan efek domino negatif. Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh warga Desa Burangkeng, tetapi juga desa-desa di sekelilingnya seperti Ciledug, Cijengkol, Tamansari, dan Taman Rahayu. Bahkan, seluruh desa di Kecamatan Setu berpotensi terkena dampaknya.
Tanjung juga mengkritisi kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi. “Dinas Lingkungan Hidup seharusnya memahami regulasi, bukan malah seolah tutup mata,” katanya.
Dia mempertanyakan kualitas sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut. “Jika SDM seperti itu terus dibiarkan, maka masyarakat akan banyak yang dirugikan. Ada sebab, pasti ada akibat,” tutupnya.
(red amphibi )
Editor Raja