Wisatawan Internasional Ke Raja Ampat Disuguhi Budaya Makan Pinang, Dimana Peran Dinas Terkait?

0 0
Read Time:2 Minute, 13 Second

RAJA AMPAT – WARTA JAVINDO, Wisatawan internasional ke Raja Ampat tak hanya ingin melihat keindahan bawah laut dan panorama alam yang indah, tetapi juga mempelajari budaya dan adat istiadat setempat, tak terkecuali mencoba makan pinang bersama masyarakat, namun praktek makan pinang ini perlu ditata dengan baik agar bukan menjadi masalah tetapi menjadi daya tarik wisata.

Kota Waisai diberikan predikat oleh kementrian lingkungan hidup sebagai salah satu daerah terkotor di Indonesia, hal itu wajar diterima karena praktek pengelolaan kebersihan dan sampah menjadi masalah utama di kota Waisai hingga saat ini, tak terkecuali ” Ludah Pinang ” yang berserakan di area Port Of Waisai, Raja Ampat.

Sebagai daerah tujuan wisata internasional, kabupaten Raja Ampat seharusnya menata dirinya menjadi tuan rumah yang baik, terutama dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan sejak tiba di kabupaten Raja Ampat, baik dari pelabuhan Sorong, apalagi pas tiba di dermaga Waisai.

Kesan pertama yang harus diperoleh wisatawan adalah kenyamanan selama berada diatas kapal menuju Waisai, keramahan masyarakat dan kebersihan pelabuhan ketika mereka turun dari kapal. Ketika wisatawan disambut dengan kesan pelabuhan Raja Ampat yang bersih maka akan memberikan satu penilaian yang menyeluruh tentang Raja Ampat sebagai surga terakhir di bumi sekaligus memberikan dampak terhadap naiknya jumlah kunjungan wisatawan.

Namun yang terjadi adalah adanya kapal penumpang yang belum memadai, pelabuhan Waisai belum tertata dengan baik, sampah masih terlihat, terutama ludah pinang berserakan dimana-mana, sebuah pemandangan yang mencirikan masyarakat setempat belum Sadar Wisata.

Makan pinang merupakan budaya masyarakat Melanesia termasuk Papua, Maluku dan Nusa Tenggara. Budaya ini juga menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi wisatawan, banyak dari mereka yang bahkan mencobanya sebagai sebuah pengalaman baru.

Namun dalam mengkonsumsi pinang di area publik perlu ditata dengan baik, seperti halnya di Jayapura, dimana pemerintah melarang konsumsi pinang di kawasan area publik dengan peringatan melarang ludah pinang sembarangan, telah disiapkan tempat khusus untuk meludah pinang, bahkan warganya menyediakan botol plastik untuk membuah ludah dan sisa buah pinang.

Berbeda dengan di Waisai, tidak ada larangan warganya membuang ludah dan sisa buah pinang pada tempatnya, tidak terlihat tempat sampah umum dan sampah khusus buang ludah pinang di area publik, sehingga lantai pelabuhan, jalur penumpang, sekitar gedung dan parkiran, dipenuhi ludah pinang yang berserakan, terkesan kotor dan kumuh.

Padahal, kabupaten Raja Ampat menjadikan Pariwisata sebagai Leading Sector dalam RPJM dan RPJP dan memberikan pemasukan terbesar bagi PAD Raja Ampat sebesar 5 – 7 Miliar per tahun, namun sayang pelayanan terhadap wisatawan sangat diabaikan.

Dimana peran dinas terkait, baik Bapeda, Dinas Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Satpol PP, Syahbandar dan DPRK Raja Ampat dalam membuat Perda dan implementasi menjaga kebersihan pelabuhan dan menata pembuangan ludah pinang pada tempatnya agar memberikan pesan kepada wisatawan bahwa Raja Ampat indah dan bersih. Bagaimana dengan program sadar wisata ? ( Salomo )

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Bagikan :

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *