JEPARA – WARTAJAVAINDO.COM.
Perhelatan Konfercab PCNU Kabupaten Jepara masih menjadi teka-teki. Jika sebelumnya Ketua Tanfidhiyah PCNU Jepara KH. Hayatun Nufus Abdullah Hazdiq dalam berbagai statemennya mengatakan Konfercab akan digelar di bulan November ini, namun sampai dengan saat ini PCNU Jepara belum mengeluarkan keputusan secara resmi. Santer terdengar kabar bahwa Konfercab NU Jepara akan digelar pada tanggal 15 November 2021, bertempat di Pondok Pesantren Balekambang.
Salah satu kandidat kuat Ketua Thanfidhiyah PCNU Kabupaten Jepara H. Anas Arba’ani, SE menyayangkan sikap tertutup dari pengurus NU Kabupaten Jepara yang sampai dengan saat ini belum mengeluarkan keputusan resmi terkait Konfercab NU. Di hadapan awak media pada Senin, (8/11) dirinya menganggap apa yang dilakukan oleh pengurus PCNU Jepara telah melanggar aturan organisasi.
Masih menurut H. Anas, masa khidmat PCNU Kabupaten Jepara sebenarnya telah habis pada Desember 2020. Namun, karena dampak dari Covid-19, maka SK Pengurus secara nasional diperpanjang sampai dengan 5 September 2021.
“Melihat dari aturan tersebut, seharusnya yang berhak menggelar Konfercab adalah karteker yang ditunjuk oleh PWNU dengan meminta SK karteker dari PBNU. Jika memang PCNU menggelar Konfercab pada bulan ini, maka pengurus telah melakukan kesalahan fatal”, ujar H. Anas yang juga mejabat sebagai Wakil Ketua Tanfidhiyah masa khidmat 2015-2020.
“Saya berharap Pengurus NU Kabupaten Jepara mau menghormati aturan yang ada, bukan malah membuat aturan yang kontraproduktif. Masih ada waktu untuk memperbaiki dan kembali on the track. Namun, jika mempunyai aturan sendiri dan itu dibenarkan coba tunjukan”, lanjut H. Anas.
H. Anas juga mengkritisi beberapa syarat untuk bisa maju sebagai calon Ketua Thanfidhiyah,
“Jika persyaratannya harus kaderisasi itu harus menjadi syarat mutlak sebagai kader NU, jika persyaratannya harus didukung minimal tujuh Majelis Wakil Cabang (MWC NU) itu bisa dikomunikasikan” ujarnya.
“Namun jika syarat calon Ketua Tanfidhiyah harus bisa membaca kitab kuning “Fathul Wahab”, ini sesuatu yang mengada-ada, tendensius, dan melanggar AD/ART”, tegas H. Anas.
Pewarta E John, Editor Raja