PEMBANGUNAN JALAN TOL SEMARANG-DEMAK MEMBAWA LUKA

0 0
Read Time:3 Minute, 22 Second

DEMAK, WARTA JAVAINDO. COM – “Sedumuk Bathuk- Senyari Bumi”. Bagi masyarakat Jawa tentu sangat paham ungkapan, atau ‘petuah sakti’ itu. Untuk mempertahkankan tanah/bumi yang diwariskan para leluhurnya, apapun siap dikorbankan. Bahkan bila perlu nyawapun siap dipertaruhkan.
Dan rupanya semangat ‘warisan’ leluhurnya itulah yang mengilhami para warga di tiga desa di Kecamatan Wonosalam Demak yang tetap kekeuh mempertahankan tanahnya yang bakal kena ‘gusur’ untuk pembangunan Jalan Tol Semarang Demak.

Salah satu jalan akhir yang mereka tempuh adalah mengadu ke Gubernur Jateng dan DPRD Provinsi Jateng. Setelah langkah mediasi yang dilakukan oleh Pimpinan Dewan Kabupaten Demak dengan pihak pengelola pembangunan jalan tol Semarang-Demak mentok, bahkan cenderung diremehkan.
Karena pihak aprasial yang ‘diberi’ kuasa sebagai penentu harga ganti –untung tanah yang terkena proyek jalan tol tidak mau datang.

Sukarman Ketua Forum Silahturahmi Ganti Untung Tol Semarang Demak (FSGU) Desa Karangrejo, Wonosalam dan Kendaldoyong Kecamatan Wonosalam Demak yang mewakili warga, Kepada wartawan Opini Publik dan Wartajavaindo membenarkan sikap tegas warga tersebut.

Ditemu saat di DPRD Jateng beberapa waktu lalu Sukarman yang juga dosen di UNISFAT Demak mengatakan,’ wadul’ ke Gubernur dan DPRD Jateng menjadi obsi terakhir warga dalam memperjuangkan nilai ganti untung tanah mereka yang terkena proyek jalan tol secara layak.

“Sebenarnya masyarakat itu ihlas, tanahnya akan digunakan untuk proyek jalan tol. Meskipun berat, karena itu satu-satunya tanah warisan leluhur, yang sekaligus juga tempat gantungan hidup. Tapi mbok iyao, ke ihlasan masyarakat itu dihargai secara layak, dengan memberi harga ganti untung yang wajar“, ungkapnya.

Sebagai warga negara yang notabene rakyat kecil jelas Sukarman,sebenarnya masyarakat tak memiliki pikiran ‘aeng-aeng ‘ seperti protes. Atau yang lebih ekstrim melawan hukum atau kebijakan pemerintah.
Tapi melihat praktek yang dilakukan oleh pihak pengelola jalan tol yang menurutnya tidak menghargai pengorbanan rakyat, sama itu artinya : ‘mengajari’ rakyat untuk melawan hukum, melawan pemerintah, DPR yang notabene meraka ada ‘wakil’ nya rakyat.

Warga Desa Karangrejo yang tanahnya juga bagian yang terkena proyek tol itu menyebutkan, kekeuhnya 60 warga masing-masing dari Desa Karangrejo, Wonosalam dan Kendaldoyong belum menyepakati nilai ganti untung karena penetapan harga yang diberikan pihak tol sangat rendah.

“Lahan saya dihargai Rp 140 ribu permeter. Kalau sesuai Undang Undang seharusnya kan minimal 10 dikali NJOP (nilai jual objek pajak). Kalau dihargai sesuai aturan, seharusnya tanah saya dihargai Rp 820 ribu permeter”, kata Karman, Kamis (1/4/2021).

Ia membandingkan lahan di desa sebelah atau di Wonosalam yang sebagian dihargai tinggi yakni hingga Rp 1,190 juta.Begitu juga lahan di Sidogemah yang dipatok tinggi-tinggi hingga Rp 2 juta permeter.
Ia juga tidak paham dasar penghitungan yang dilakukan tim appraisal dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai pihak yang bertugas menetapkan harga untuk pembebasan lahan.
Gagal Mediasi di Demak

Sebelumnya, beberapa warga juga telah mengadu ke DPRD Kabupaten Demak, lalu diadakan audiensi. Pihak appraisal dan KJPP juga diundang. Namun, beberapa kali audiensi, kata dia, pihak KJPP tidak datang.
Padahal, audiensi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui landasan atau dasar apa yang digunakan sehingga muncul angka penetapan harga tanah.

Warga hanya ingin transparansi dari pihak-pihak yang melaksanakan pembebasan lahan proyek tol yang juga diproyeksi menjadi tanggul laut ini.

Terdapat sebanyak 68 lahan di tiga desa (Karangrejo, Wonosalam dan Kendaldoyong) yang terdampak jalan tol seksi II.

Pada dasarnya, ia dan warga lain sangat mendukung proyek nasional pembangunan jalan tol, tidak ada niat untuk menghambatnya.
Hal senada juga diungkapkan Mukohar (48) warga Desa Kendaldoyong. Menurutnya, sebagian warga tidak mau melepas tanahnya karena merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.

“Yang setuju ada, tapi sampai sekarang belum terima uangnya. Yang menolak juga banyak karena harga tidak sesuai, buat beli lagi (tanah) susah, harganya mahal-mahal”, jelasnya.

Ia juga pernah diundang ke satu bank untuk tanda tangan sebagai persetujuan penetapan harga. Namun dirinya menolak karena tidak ada rembugan atau musyawarah soal harga. Artinya, tim appraisal langsung memutuskan harga dengan sepihak.

Kepala Desa Karang Rejo, Akhmad Kuwoso, yang mendampingi warga mengatakan pihaknya berupaya memberikan dukungan secara moral kepada warga terdampak.Dia menilai, saat ini warga kebingungan karena tidak tahu harus mengadu kemana.
Ia sebagai Kades yang tentunya sebagai pihak yang paling dekat dengan warga harus memberikan solusi. (Widodo).

Editor: Raja

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Bagikan :

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *